1. GARIS BESAR KESUSASTRAAN ABAD PERTENGAHAN
Pembagian
Menurut Zaman
Abad
ini dilalui oleh dua zaman, yakni Zaman Kamakura (140thn) dan Zaman Muromachi
(270thn). Zaman Kamakura di mulai sejak Minamoto Yoritomo mendirikan pemerintahan
Kamakura bakufu dan diangkat menjadi Seii Taishoogun (Jendral tertinggi di
antara para samurai). zaman ini berlangsung sampai terjadinya perang Seki ga
hara (perang antara keluarga Toyotomi dan keluarga Tokugawa Ieyasu, dan
dimenangkan oleh keluarga Ieyasu.)
Kesusastraan Pada Permulaan Abad
Pertengahan
Sejak
tahun ke-3 pemerintahan Kaisar Genkoo (1333) sampai runtuhnya Kamakura Bakufu,
wilayah Kantoo (Jepang bagian Timur) para bangsawan istana di Kyoto tetap
menjalankan pemerintahan istana dan mengembangkan kesusastraan seperti pantun
waka di Zaman Heian, selama 20-30 tahun. Masa ini disebut Zaman Shinkokin
(perpaduan yang lama dengan yang baru). Akan tetapi sejak terjadinya kerusuhan
Jookyuu (1221), kekuatan keluarga bangsawan semakin melemah dan kesusastraan
mereka perlahan-lahan semakin menghilang.
Di
lain pihak, golongan samurai mulai berpengaruh pada kesusatraan melalui
pikiran-pikiran, yang mengakibatkan timbulnya suatu bentuk kesusastraan baru,
yaitu aliran baru agama buddha, seperti : Joodoshuu, Nichirenshuu dan Zenshuu.
hal ini memberi pengaruh yang kuat kepada masyarakat. Banyak rakyat yang
berminat menjadi pendeta agama buddha, lalu menadikan dirrinya menjadi pendetta
dan membuat essei dan dongeng tentang ciri khas sendiri.
Kesusastraan Pada Akhir Zaman Pertengahan
Akhir
Zaman ini terbagi ke tiga Zaman, yakni Zaman Nanbokuchoo, Muromachi, dan Azuchi
Momoyama. Di Zaman Nanbokuchoo terjadi kerusuhan yang mencapai puncaknya pada
Zaman Muromachi, yakni bawahan melawan atasan dan kedudukan rakyat naik. Para
bangsawan kehilangan kekuasaanya, tetapi para samurai makin memperoleh
kekuasaan dan berhasil membentuk kebudayaan yang dapat disejajarkan mutunya
dengan kebudayaan yang telah ada sebelumnya.
Pada
akhir Zaman ini, banyak pendeta khatolik aliran Jesuit datang ke Jepang. Bertujuan
menyebarkan agama, memperkenalkan keudayaan barat dan menerjemahkan karya kesusastraan
ke dalam bahasa lisan.
2.
PANTUN WAKA Dan PANTUN RENGA
Shinkokinshuu
Shinkokin
Wakashuu berjumlah 20 jilid, terdiri dari 2000 buah pantun yang ditulis dengan
huruf Kana dan Kanji, susunannya sangat teratur dibandingkan dengan
kumpulan-kumpulan pantun yang ada sebelumnya. Gaya utama dalam buku ini adalah
gaya Yuugen ( gaya abstrak dan halus) oleh Fujiwara Shunzei dan gaya Ushin
(gaya yang mendekati realisme) oleh Fujiwara Sadaie.
Fujiwara Teika
Membuat
catatan harian dalam Kanbun (bahasa jepang yang ditulis dengan gaya bahasa Cina
yang memakai Kanji) yang berjudul Meigekki. Fujiwara Teika memiliki sifat
egois, berambii tinggi, cepat marah dan tidak tenang. Gaya dalam membuat pantun
yaitu Gaya Ushin. Selain itu terdapat unsur-unsur yang melukiskan kegairahan
dalam rangkaian kata-kata yang halus di
pantun tersebut dan berdasarkan khayalan belaka. Selain menulis pantun
ia juga menulis teori-teori pantun yang dikumpulkan dalam buku Kindai Shuuka
dan Etika Taiga. Pada hari tuanya ia menulis buku penelitian mengenai Genji
Monogatari. Salah satu contoh pantunya :
Haru no yo no
Yume no ukihashi
Todae Shite
Mine ni wakaruru
Yokogomu no sora
Fujiwara Ietaka
Fujiwara
Ietaka mempunyai sifat baik, ramah, dan terus terang. Ciri-ciri khas pantunya
adalah nyata dan terus terang. Baik dalam cara menganalisa suatu persoalan
maupun cara mengungkapkannya. Gay pantunya menarik, memberikan cahaya dan
harapan, karena dia banyak mengambil kiasan tentang bulan. Tema yang
ditonjolkan adalah sifat-sifat tenang dan jernih. Kumpulan pantun yang
dikarangnya disebut Minishuu.
Minamoto No Sanetomo
Minamoto
No Sanetomo adalah jendral ke 3 pemerintahan Kamakura Bakufu. ia memilliki
perasaan yang sangat peka dan sangat mengagumi Man yooshuu, sehingga pantun
yang ditulisnya banyak dipengaruhi keindahan dan kelembutan gaya bahasa Man
yooshuu. kumpulan pantun yang ditulisnya berjudul Kinkai Wakashuu. Salah satu
contoh pantunnya :
Ooumi no
Iso no todoro ni
Yosuru nami
Warete Kudakete
Sakete chirukamo
Gyokuyooshuu dan Fugashuu
Seorang
penyair yang bernama Kyoogoku Tamekane menyusun pantun yang dinamani
Gyokuyooshuu mengenai keadaan alam, atas perintah bekas Kaisar Fushimi. ia merupakanpelopor
penggunaan gaya bahasa Man yooshuu, namun tetap mengindahkan kaidah-kaidah dan
gaya yang terdapat dalam pantun Shinkokinshuu. Salah satu contoh pantunnya :
Eda ni meru
Asahi no kage no
Sukunaki ni
Suzushisa fukaki
Take no oku kana
Pada
Zaman Nanbokuchoo (1336-1392) terdapat empat pantun Waka terkemuka, diantara
mereka yang paling menonjol adalah Tonna. Kumpulan pantun hasil karyanya yaitu
Sooan Wakashuu yang mendapat pengaruh dari aliran Nijoo, tetapi isinya mudah
dimengerti. selain itu ditambahkan pula kumpulan pantun berjudul Shinyoo
Wakashu yang disusun oleh Munenaga Shinnoo (pangeran Munenaga) dan dikarang
oleh Bangsawan Dinasti Nanchoo pada masa peperangan.
ketika
memasuki Zaman Muromachi, Waka lambat laun mengalami kemunduran dan hampir
tidak ada penyair terkenal yang berasal dari kalangan bangsawan. Hanya penyair yang mengikuti aliran Reizenha
seperti Shootetsu. Ia memiliki bakat dan berhasil membuat pantun romantik yang
sangat indah. Gaya penulisannya yaitu bebas, dan tidak terikat pada ketentuan
mengubah pantun yang ada sebelumnya. kumpulan pantunnya dinamakan Sookon
Waakashuu.
Pantun Renga menjadi Populer
Renga
mulai populer menggantikan pantun Waka. Renga terdiri dari dua bait, bait
pertama dibacakan oleh satuorang dan bait kedua dibacakan oleh orang lain sebagai
jawaban atas bait pertama. Renga adalah kesusastraan karya beberapa orang yang
dihasilkan pada waktu berkumpul bersama-sama. umumnya penyair-penyair ini
bergabung dalam suatau perkumpulan dan terikat satu sama lain. populernya jenis
kesusastraan seperti ini mungkin ada hubungannya dengan pola pemikiran yang
berdasarkan keinginan berkelompok dan pola pemikiran yang membebaskan diri dari
keadaan masa lalu maupun masa mendatang.
Nijoo Yoshimoto
ia
adalah seorang politikus yang berasal dari keluarga bangswan tinggi pada
Dinasti Hokuchoo. karena bakatnya di bidang kesusatraan klassik, ia ingin
menghidupkan kembali pantun Waka terutama Renga. lalu ia mengumpulkan para
penyair kelas rendah bersama penyair Gusai untuk membuat renga. kemudian mereka
menerbitkan kumpulan pantun Renga yang berjudul Tsukuba Mondoo, yang berupa
aturan-aturan yang diterapkan dalam penulisan Renga dalam judul Renga
Shinshiki.
Shinkei
Shinkei
memberikan ciri-ciri khas pada kesusastraan Renga, antara lain karyanya
Sasamegoto, merupakan karya yang berbau filsafat yang memadukan secra sinkronis
unsur-unsur Waka, Renga dan Butsudoo (ajaran agamabuddha)
Soogi
Soogi
mempunyai hubungan yang erat dengan seorang sastrawan dari keturunan bangsawan,
sehingga Renga bisa mencapai puncak zaman keemasannya. Ia adalah sastrawan
pengembara, yakni mengadakan perjalanan keliling, selain untuk memuja dan
menikmati keindahan alam juga untuk menyebarkan kesusastraan.
Haikai no Renga
Tahap
permulaan membuat Renga masih bersifat bebas dan didalamnya terdapat unsur
kelucuaan dan kecerdasan. Tetapi lama-kelamaan berkembang menjadi salah satu
jenis kesusastraan yang sungguh-sungguh dan syarat dalam bentuk dan pemilihan
kosa kata , sehingga sifat kebebasanya menjadi hilang. Pelopor di Zaman
Muromachi adalah Arakida Moritake. Ia adalah penjabat yang bertugas di kuil
agama Shintoo di Ise. Karyanya berjudul Haikai No Renga Dokugin Senku.
3.
MONOGATARI, SETSUWA DAN OTOGIZOOSHI
A. Monogatari
Monogatari yaitu hikayat, di zaman ini penulisannya
mempunyai sifat cenderung untuk mengenang kembali kehidupan kaum istana. Pada
awal Zaman Kamakura, muncul sebuah buku kritik dan komentar terhadap hikayat
berjudul Mumyoozooshi yng sangat mengagungkan Genji monogatari dan juga memuat
kritikan terhadap hikayat yang muncul sesudah itu, yang diuraikan berdasarkan
zamannya.
Cerita Sejarah
Pada permulaan abad pertengahan ditulislah cerita
sejarah dengan judul Mizukagami. Mizukagami ditulis untuk melengkapi cerita
sejarah berjudul Ookagami dan Imakagami yang sudah ada sebelumnya. Kemudian cerita
sejarah terakhir adalah Masukagami karya Nijoo Yoshimoto. Masukagami merupakan
cerita sejarah yang bersumber pada kraton, dan dapat dikatakan mempunyai nilai
sejajar dengan Ookagami.
Argumentasi
Sejarah
Muncullah buku berjudul Gukanshoo yang merupakan
kesusastraan sejarah yang berisi argumentasi sejarah karya seorang penyair
bernama Jien. Buku ini mengkisahkan pergerakan zaman dan membandingkannya
dengan keadaan zaman yang sedang berlangsung, untuk mengambil langkah atau
keputusan bagi masa yang akan datang. Gukanshoo ditulis dengan menggunakan
bahasa rakyat agar dapat dengan mudah dimengerti pembacanya. Selain itu muncul
pula buku Jinnooshootooki yang ditulis oleh Kitabake Chikafusa. Bukku ini
mengkisahkan bagian-bagian penting sejarah yang dimulai sejak masa sebelumnya
Jinmu Tenno sampai naik tahtannya Gomurakami Tenno termasuk komentar dan
kritik. Jinnooshootooki juga menguraikan teori tentang pemerintahan yang
diperuntukan bagi Tennoo yang asih dibawah umur. Buku ini ditulis dengan
bersumber pada agama Shintoo, yang menerangkan bahwa Jepang merupakan negara
yang istimewa, lain dari pada negara yang lain.
Gunki Monogatari
Gunki Monogatari (Ceritera Peperangan) sebagai
kesusastraan yang menggambarkan sejarah, dianggap memiliki nilai yang tinggi.
Beberapa ceritera yang termasuk Gunki Monogatari adalah Hoogen Monogatari
(Hikayat Hoogen), Heiji Monogatari (Hikayat Heiji), Heike Monogatari (Hikayat
Heikei), Taiheiki (Hikayat Taihei), Soga Monogatari (Hikayat Soga), dan Gikeiki
Monogatari (Hikayat Gikei).
B.
Setsuwa
Setsuwa yaitu
legenda. legenda yang masih terus ditulis sampai Zaman Pertengahan yakni :
Ujishuuni Monogtari (legenda tentang setan yang mengambil benjolan dari kepala,
burung gereja membalas budi, dll), Kokonchomonjuu, Jikkinshoo, dan lain-lain.
C. Otogizooshi
Otogizooshi
yaitu dongeng, isi dongeng ini berceritera tentang roman, ceritera perang,
ceritera kepahlawanan seperti Shutendooji, adapulayang menggambarkan tentang
pendeta seperti Chigo Monogatari , dongeng Petapa seperti Sanin Hooshi, dongeng
tentang hubungan dewa agama Shintoo dengan dewa agama budha seperti Kuma no
no Honji, dongeng tentang flora dan
fauna yang dilukiskan sebagai manusia seperti Arokassen Monogatari dan lain-lain.Selain itu ada juga
dongeng rakyat, misalnya Bunshozooshi, Issunbooshi, Hachikazuki dan sebagainya.
Dongeng pada umumnya
isinya sangat sederhana dan dangkal, karena berlainan dengan jenis kesusastraan
yang berpusat pada monogtari yang pengarang dan pembacanya terbatas dengan kaum
bangsawan, dongeng ditulis oleh bangsawan kelas menengah petapa dan pedagang.
Ruang lingkup para pembaca dongeng pun lebih luas, mulai dari samurai, pendeta,
pedagang hingga rakyat.